MANAJEMEN STRATEGIK MUTU PENDIDIKAN
KURIKULUM DAN SISTEM PEMBELAJARAN DI PESANTREN
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Manajemen Pesantren dan
Diniyah
Dosen
Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur, NC. M.
Ag
Disusun
Oleh :
Nur Khasanah 113311018
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia setelah pendidikan rumah
tangga yang masih eksis hingga kini. Pesantren sebagai komunitas dan sebagai
lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai
pelosok tanah air telah banyak memberikan saham dalam pembentukan manusia
Indonesia yang religius. Peran pesantren di masa lalu kelihatan paling menonjol
dalam hal menggerakkan, memimpin dan melakukan perjuangan dalam rangka
membebaskan negeri ini dari penindasan para penjajah.
Pesantren di
Indonesia merupakan salah satu wujud pranata pendidikan tradisional yang hingga
kini masih relevan dan tetap eksis. Sejak dilancarkannya perubahan atau
modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan dunia Islam, tidak banyak lembaga-lembaga
pendidikan tradisional Islam seperti pesantren yang mampu bertahan.
Kebanyakannya telah lenyap tergusur oleh ekspansi sistem pendidikan sekuler
atau mengalami transformasi menjadi lembaga pendidikan umum, atau
setidak-tidaknya menyesuaikan diri dan mengadopsi isi dan metodologi pendidikan
umum yang sekule
Di tengah-tengah kehidupan modern, di mana kemerosotan akhlak telah
merambah semua kalangan sebagai efek samping yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, pendidikan pesantren dapat tampil memainkan perannya
sebagai pengawal moral bangsa. Terlepas dari segala kelemahan dan
kekurangannya, pesantren memiliki keunggulan tersendiri dan masih dianggap
sebagai tempat yang paling efektif untuk memperkenalkan ajaran Islam, pembinaan
moral serta akhlak yang mulia. Kemunculan pesantren di perkotaan juga merupakan
indikator penting bahwa lembaga pendidikan model pesantren semakin dibutuhkan
dan diminati.
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan
pesantren telah jauh mangalami perubahan dan perkembangan terutama pada sistem
pembelajarannya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian
Kurikulum dan Sistem Pembelajaran di Pesantren
B. Seperti
Apa Kurikulum di Pesantren?
C. Seperti
Apa Sistem Pembelajaran d Pondok Pesantren Berhubungan dengan Kurikulum?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kurikulum di Pesantren
Kurikulum dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan istilah manhaj
yang berarti jalan terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai
bidang kehidupan.
Pengertian kurikulum menurut UU SISDIKNAS BAB I Th. 2003 Pasal 1 (19)
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Istilah
kurikulum dalam pendidikan pesantren dapat mengalami perluasan atau
pengembangan makna, sejalan dengan dinamika pesantren di tengah-tengah proses
transformasi masyarakat yang bergerak dari pola kehidupan tradisional menuju
masyarakat modern. Proses perkembangan ini telah membawa corak pendidikan
pesantren yang semakin beragam dewasa ini. Dari sudut ini pemaknaan terhadap
arti dan fungsi kurikulumnya menjadi turut beragam pula. Untuk lembaga-lembaga
pendidikan semacam pesantren tradisional, pola transmisi terlihat dominan
berpengaruh di dalam aktivitas pendidikannya. Sedangkan tujuan pendidikan
pesantren adalah setiap maksud dan cita-cita yang ingin dicapai pesantren, terlepas apakah
cita-cita tersebut disampaikan secara tertulis atau tidak tertulis (lisan).
Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren dalam merumuskan tujuan atau
cita-citanya selalu merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada al-Qur’an dan
al-Sunnah, baik itu rumusan dalam bentuknya yang tertulis maupun yang
disampaikan secara lisan oleh kyainya. Pesantren juga memperhatikan aspirasi
masyarakat sekitarnya, karena itu pesan-pesan masyarakat juga diakomodasi dalam
wujud kurikulum pesantren.[1]
Sedangkan sistem dapat di artikan suatu
perangkat atau mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain
saling berhubungan dan saling memperkuat, untuk mencapai tujuan. Secara umum sistem dapat berarti suatu cara
untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaannya tergantung kepada
berbagai faktor yang erat hubungannya dengan pencapaian tujuan tersebut.
Sistem Pendidikan di Pesantren artinya
sarana yang berupa perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan
pendidikan di pondok pesantren. Karena pesantren merupakan subsistem pendidikan
yang ada di Indonesia maka tujuan pendidikan di pesantren secara umum juga
mengacu pada tujuan pendidikan nasional.[2]
B. Kurikulum
di Pesantren
Pendidikan pondok pesantren tidak bisa disamakan dengan lembaga
pendidikan formal seperti sekolah pada umumnya. Kurikulum pondok pesantren
lebih banyak ditentukan oleh otoritas seorang Kiai yang memangkunya, sehingga
sering ditemukan kesamaan kurikulum atau kitab-kitab yang dijadikan standar
dalam pengajarannya, bahkan disebagian pondok pesantren ada yang tidak
ditemukan kurikulumnya, walaupun praktek pengajarannya, bimbingan rohani dan
latihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kesatuan dalam proses
pendidikannya. Adanya perbedaan kurikulum dikalangan pondok pesantren
menunjukkan bahwa perhatian kalangan pondok pesantren terhadap kurikulum masih
kurang.
Kurikulum pondok pesantren, tidak seperti yang difahami dalam kurikulum
pada lembaga pendidikan formal, yang mencakup seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. Tetapi kurikulum pondok
pesantren merupakan urutan kitab yang dipelajari oleh santri, dimana kurikulum
pesantren tidak distandarisasi secara kolektif. Terkadang suatu kitab yang
diajarkan untuk tingkat ibtidaiyh (dasar) di suatu pesantren, sedangkan
pesantren lain mengajarkannya di tingkat thanawiyah (menengah). Namun demikian
diantara pesantren mempunyai banyak kesamaan, antara lain dalam hal pengajaran
ilmu-ilmu tertentu, seperti bidang akidah, fiqh, usul al-fiqih, tafsir/ ilmu
al-tasir, hadith/ilmu al-Hadith, akhlaq, tasawwuf, tajwid, mantiq, nahwu, sharf
dan balaghah. Kepada santri pemula, biasanya diajarkan pesantren mengenalkan
pelajaran aqidah dan fiqih yang paling sederhana, seperti rukun iman, rukun
Islam dan cara bersuci. Untuk menentukan urutan kitab yang pengajarannya
didahulukan, pesantren mendasarkan pada kitab yang pembahasannya sederhana,
seperti Safinah al-Najah dan Sullam al-Taufiq bagi santri pemula. Setelah itu
baru dilanjutkan pada kitab yang pembahasannya lebih luas dan terurai.
Depag RI, sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan
pengembangan pendidikan Islam, berupaya untuk menyusun standarisasi kurikulum
pendidikan pesantren yang dikembangkan menjadi lima jenjang pendidikan. Secara
global kitab-kitab yang ditentukan hampir sama dengan kitab-kitab yang beredar
di pondok pesantren. Namun sebagai lembaga pendidikan yang independen, pondok
pesantren tetap memakai kurikulum sesuai dengan keinginan Kiai pengasuhnya.
C. Sistem Pembelajaran di Pesantren
berhubungan dengan Kurikulum
Sistem pendidikan pesantren mengalami perubahan seiring
dengan perubahan pola dan katregorisasi pesantren. Seperti yang sudah dibahas
sebelunya, kategori-kategori pesantren salah satunya ditentukan dengan sistem
pendidikan yang dijalankan.
Secara umum,
dalam memberlakukan sistem pendidikan, pesantren terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Pesantren
dengan sistem pendidikan independen, pesantren seperti ini adalah pesantren
yang tetap memegang teguh sistem pendidikan yang mereka anut tanpa dipengaruhi
oleh berbagai perubahan yang terjadi di dunia pendidikan.
2. Pesantren
dengan sistem pendidikan yang adaptif, pesantren seperti ini adalah pesantren
yang mengakomodasi berbagai perubahan berbagai perubahan dalam dunia pendidikan
dan diasimilasikan serta di sinergikan dengan sistem pendidikan yang dianut
pesantren.
Secara sederhana, kategori pesantren dibedakan menjadi
pesantren tradisional dan pesantren moderen. Berikut ini perbedaan berbagai
komponennya termasuk sistem pendidikannnya menurut, yaitu:[3]
Komponen
|
Pesantren Moderen
|
Pesantren Tradisional
|
Karakteristik dasar
|
Terbuka terhadap perubahan dunia, menerima inovasi dan
mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi
|
Tertutup terhadap perubahan, cenderung mencurigai
inovasi sebagai suati yang mengancam
|
Peran kyai/ustad
|
Dominan proporsional
|
Dominan mutlak
|
Kurikulum
|
Mempunyai kurikulum standar pesantren, mengadopsi
kurikulum pemerintah (depag/dinas)
|
Hanya kurikulum standar pesantren
|
Sarana dan prasarana
|
Tersedia ruang pengajaran sistem kelas, biasanya didukung
tersedianya sarana dan prasarana lain seperti koperasi, sarana kesehatan,
perpustakaan, sarana olah raga, dll.
|
Sistem pengajaran masih bersifat tradisional/tidak
terbagi dalam ruangan kelas. Sarana dan prasarana lain yang menunjang sangat
minim, beberapa pesantren tidak mempunyainya
|
Sumber keuangan
|
Iuran/bantuan pemerintah / donatur
|
Iuaran/bantuan pemerintan
|
Orientasi
|
Adaptif
|
Kurang adaptif.
|
Komponen yang paling penting dalam sistem pendidikan
adalah kurikulum. Pada sebuah lembaga pendidikan, kurikulum merupakan salah
satu komponen utama yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan
dan kualitas hasil pendidikan.
Kurikulum merupakan program pendidikan sekolah yang disediakan untuk siswa.
Kurikulum pesantren dalam hal ini pesantren “salaf” yang
statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal, hanya mempelajari agama,
bersumber pada kitab-kitab klasik meliputi bidang-bidang studi: Tauhid, Tafsir,
Hadis, Fiqh, Ushul Fiqh, Tashawuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balagah, dan
Tajwid), Mantiq, dan Akhlak, yang kesemuanya dapat digolongkan ke dalam 3
golongan yaitu: 1) kitab dasar, 2) kitab menengah, 3) kitab besar.
Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan
tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab,
jadi ada tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat lanjut. Setiap kitab bidang
studi memiliki tingkat kemudahan dan kompleksitas pembahasan masing-masing,
sehubungan dengan itu, maka evaluasi kemajuan belajar pada pesantren juga
berbeda dengan evaluasi dari madrasah dan sekolah umum.
Sedangkan kurikulum untuk pesantren khalaf, atau
pesantren yang mengadopsi jenis madrasah dan sekolah umum bersifat formal,
maka, kurikulumnya mengikuti ketentuan pemerintah, yaittu madrasah mengikuti
ketentuan dari Departemen Agama, dengan menggunakan perbandingan 30% berisi
mata pelajaran agama, dan 70% berisi mata pelajaran umum. Namun, bagi
pesantren, pembobotan tersebut berubah menjadi 20% berisi mata pelajaran umum,
dan 80% berisi mata pelajaran agama.
Tetapi, pada umumnya masing-masing pesantren menyesuaikan
kurikulum-kurikulum yang datang dari Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
Nasional tersebut menurut kepentingan dan keyakinan masing-masing. Karakteristik
kurikulum dalam pesantren yang terfokus pada ilmu agama seperti di atas, tidak
lepas dari tujuan pondok pesantren itu sendiri. [4]
Dewasa ini, kalangan pesantren (termasuk pesantren salaf)
mulai menerapkan sistem madrasati. Kelas-kelas dibentuk secara berjenjang
dengan tetap memakai kurikulum dan materi pelajaran dari kitab-kitab kuning, dilengkapi
pelatihan ketrampilan seperti menjahit, mengetik, dan bertukang. Sistem ini
kurikulumnya masih sangat umum tidak secara jelas dan terperinci. Tetapi, yang
jelas semua pelajaran tersebut telah mencakup segala aspek kebutuhan santri
dalam sehari semalam. Kurikulum yang berkaitan dengan materi pengajian berkisar
pada ilmu-ilmu agama dengan segala bidangnya seperti disebut sebelumnya.
Kendati demikian, tidak berarti ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan di
pesantren-pesantren sama dan seragam. Pada umumnya, setiap pesantren mempunyai
penekanan atau ciri tersendiri dalam hal-hal ilmu yang diberikan. Oleh karena
itu, sulit bahkan mustahil menyamaratakan sistem dan kurikulum pesantren
seperti yang pernah diusulkan.
Dalam sistem pendidikan pesantren, Salah satu ciri
tradisi pesantren yang masih kuat dipertahankan di sebagian besar pesantren
adalah pengajian kitab salaf. Kitab salaf yang lebih dikenal di kalangan luar
pesantren dengan sebutan kitab kuning, merupakan kitab-kitab yang disusun para
sarjana Islam abad pertengahan. Kitab-kitab tersebut dalam konteks penyusunan
dan awal penyebarluasannya merupakan karya intelektual yang tidak ternilai
harganya, dan hanya mungkin disusun oleh ulama jenius dalam tradisi keilmuan
dan kebudayaan yang tinggi pada jamannya.
Isi yang
disajikan kitab kuning hampir selalu terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Matan
2. Syarah
Matan adalah
isi inti yang akan dikupas oleh syarah. Dalam lay out-nya, matan diletakkan di
luar garis segi empat yang mengelilingi syarah. Ciri lain penjilidan
kitab-kitab cetakan lama biasanya dengan sistem korasan (karasan),
lembaran-lembarannya dapat dipisah-pisahkan sehingga lebih memudahkan pembaca
untuk menelaahnya.
Apabila kita menengok media berita surat kabar masa kini
adalah menganut sistem korasan. Di kalangan masyarakat, kedudukan kitab kuning
saling melengkapi dengan kedudukan Kiai. Kitab kuning merupakan kodifikasi
nilai-nilai yang dianut masyarakat pesantren, sementara Kiai adalah
personifikasi yang utuh dari sistem yang dianut tadi. Sistem pendidikan
di pesantren pun memiliki watak mandiri, bila dilihat secara keseluruhan
bermula dari pengajaran sorogan, di mana seorang Kiai mengajar santrinya yang
masih berjumlah sedikit secara bergilir santri per santri. Pada gilirannya
murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata sepersis mungkin seperti apa
yang diungkapkan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa agar
murid mudah mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam rangkaian kalimat
Arab. Sistem tersebut, murid diwajibkan menguasai cara pembacaan dan terjemahan
secara tepat, dan hanya boleh menerima tambahan pelajaran bila telah
berulang-ulang mendalami pelajaran sebelumnya. Sistem sorogan inilah yang
dianggap fase tersulit dari sistem keseluruhan pengajaran di pesantren karena di
sana menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid
itu sendiri.
Pengajian sorogan lalu diikuti pengajian weton, seorang
Kiai duduk di lantai masjid atau beranda rumahnya sendiri membacakan dan
menerangkan teks-teks keagamaan dengan dikerumuni oleh santri-santri yang
mendengarkan dan mencatat uraiannya itu. Pengajian sorogan masih diteruskan
dengan memberi wewenang kepada guru-guru untuk melaksanakannya di bilik
masing-masing. Demikian pula lambat laun pengajian weton diwakilkan kepada
pengganti (badal) sehingga Kiai hanya memberikan pengajian weton dengan
teks-teks utama.
Selain kedua metode tersebut, Mastuhu menyebut hapalan
dan halaqah. Dalam perkembangannya sistem madrasah dan klasikal diterapkan
untuk mempermudah proses pembelajaran sebagai pengembangan dan pembaruan
pengajian model sorogan dan weton.Metode sorogan, diduga sangat kuat merupakan
tradisi pesantren, mengingat sistem pengajaran di pesantren memang secara
keseluruhan. Hal ini lagi-lagi menunjukkan ciri khas tradisionalnya dengan
mempertahankan warisan masa lalu yang cukup jauh. Namun demikian, bukan berarti
hanya metode sorogan saja yang dipergunakan di kalangan pesantren tradisional,
melainkan boleh jadi dipergunakan pula metode yang lain misalnya weton atau
bandongan, bahkan pengajaran klasikal (madrasi). Hanya saja, yang disebutkan
terakhir tidak bisa dibayangkan pelaksanaannya seperti yang berlaku di madrasah
atau sekolah umum karena cukup banyak segi-segi yang membedakannya.
Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang berarti
waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu
tertentu, biasanya sesudah mengerjakan shalat fardlu, dilakukan seperti kuliah
terbuka yang diikuti para santri. Kemudian Kiai membaca, menerjemahkan,
menerangkan, sekaligus mengulas kitab-kitab salaf yang menjadi acuan. Termasuk
dalam pengertian weton adalah halaqah. Sistem sorogan, para santri maju satu
per satu untuk membaca dan menguraikan isi kitab di hadapan guru atau Kiai.
Selain dua sistem tersebut (weton, sorogan), pesantren
juga kerap menggunakan sistem musyawarah. Model ini bersifat dialogis sehingga
umumnya hanya diikuti oleh santri senior.
Berdasarkan
uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengajaran yang dilaksanakan
di pesantren, terdiri dari beberapa metode, yaitu:
1. Metode sorogan
2. Metode weton
(bandongan)
3. Metode hapalan
4. Metode halaqoh
5. Metode
madrasati/klasikal
6. Metode
musyawarah/dialog[5]
IV.
KESIMPULAN
Sistem
pendidikan pesantren di Indonesia secara umum dibedakan menjadi sistem
pendidikan independen dan adaptif, sedangkan kurikulum yang digunakan
disesuaikan dengan sistem pendidikan yang dianut oleh poesantren tesebut.
Sedangkan metode/sistem pengajaran, terdiri dari:
1. Metode sorogan
2. Metode weton
(bandongan)
3. Metode hapalan
4. Metode halaqoh
5. Metode
madrasati/klasikal
6. Metode
musyawarah/dialog
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari para pembaca, guna perbaikan
makalahh selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amien
[1] Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di
Indonesia, ( Malang: UMM Press,2006), hlm: 102-103
[3]
Dedeng Rosyidin, Konsep Pendidikan Formal Islam, Ikhtisar Pendidikan Formal Persis dalam Mencetak
Generasi Tafaqquh Fiddin. Bandung. Pustaka Nadwah 2009),hlm:162
[4]
Nawawi,. Sejarah
dan Perkembangan Pesantren, Jurnal Studi Islam dan Budaya Ibda, (P3M STAIN Purwokerto, 2006),hlm:5
[5]
Qomar, Mujamil, Pesantren, dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta.
Penerbit Erlangga,2001),
hlm:57
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyi, Kapita Selekta Pendidikan,( Jakarta:
Bumi Aksara, 2009)
Khozin,
Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia,
( Malang: UMM Press,2006)
Nawawi,. Sejarah dan Perkembangan Pesantren, Jurnal Studi Islam dan
Budaya Ibda, (P3M STAIN Purwokerto, 2006)
Rosyidin, Dedeng, Konsep Pendidikan
Formal Islam, Ikhtisar Pendidikan Formal Persis dalam Mencetak Generasi
Tafaqquh Fiddin. Bandung. Pustaka Nadwah 200)
Qomar,
Mujamil, Pesantren, dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta. Penerbit Erlangga)